Jumat, 29 Mei 2015

10 Film Panas Tahun 1990-an Ini Bisa Bikin Pikiran Nggak Karuan

Tahun 1990-an, adalah tahun sangat sulit bagi perfilman Indonesia. Produksi film menurun drastis dimana penonton film Indonesia juga turun. Banyak yang bilang saat itu Indonesia mulai dijajah oleh film Hollywood (sampai sekarang). Meski demikian, produksi film Indonesia tetap ada, meski yang bisa ditonton adalah film-film panas ini…
1. Gadis Metropolis (1992)
Gambar: http://move-media.blogspot.com/
Gambar: http://move-media.blogspot.com/
Plot: Tiga gadis yang saling bersahabat, Lisa (Sally Marcelina), Fanny (Inneke Koesherawati) dan Sandra (Febby R. Lawrence), dimaksudkan sebagai gadis metropolis yang hidupnya hanya hura-hura dan tanpa moral. Fanny enak saja tidur dengan Jacky, pacar Lisa yang barusan bentrokan. Lalu karena ia ingin jadi penyanyi, maka gampang juga tidur dengan produsernya, sambil terus terang pada pacar yang dicintainya, dan lalu dikawininya, yaitu Maxi (Alex Kembar), yang homoseks. Sandra, seorang foto model, hampir sama. Cuma dia main dengan oom-oom. Lisa yang dianiaya oleh teman-teman Jacky, dirayu terus oleh seorang tante yang lesbian, Mirna (Baby Zelvia). Suami Mirna ini lebih gila lagi. Dia selalu bawa perempuan pulang ke rumah. Ketika Lisa kembali lagi pada Jacky, maka ngamuklah Mirna. Jacky dibunuhnya. Semua “kebiadaban” ini digambarkan untuk pamer erotika dan sedikit baku-hantam. (filmindonesia.or.id)
Trivia: Kata orang, Inneke Koesherawati mulai ngetop setelah buka-bukaan di film ini. Sekarang Inneke sudah lama berhijab.
2. Akibat Hamil Muda (1993)
Gambar: www.bukalapak.com
Gambar: www.bukalapak.com
Plot: Mona (Sally Marcelina) kecewa pada ibunya, Marlena (Uly Artha) yang dipergokinya bekerja sebagai wanita panggilan kelas tinggi. Ia lari dari rumah dan mengalami kehidupan malam yang sulit, hingga suatu malam bertemu dengan Antonius (FX Bambang), sutradara film yang menawarkan peran utama pada Mona. Sejak itu, nasibnya berubah. Mona menjadi terkenal dan makmur. Ia pun meneruskan hubungan percintaannya dengan Antonius. Marlena datang untuk memperingatkan Mona, namun Mona langsung mengusir ibunya itu sebelum sempat menyampaikan sesuatu. Karena putus asa, Marlena bunuh diri di rumahnya. Ketika itulah, semua rahasia terbongkar. Antonius ternyata adalah lelaki yang telah menghamili Marlena 20 tahun lalu, yang berarti ayah kandung Mona. (filmindonesia.or.id).
Trivia: Bertahun-tahun kemudian, diproduksi film “Akibat Hamil Muda yang Kedua” yang naskahnya ditulis oleh Sally Marcelina.
3. Gairah Malam (1993)
Gambar: moviespictures.org
Gambar: moviespictures.org
Plot:
Kisahnya berawal dari dendam Ajeng Puspadewi (Malfin Shayna), yang di kala remajanya diperkosa dan dihina habis-habisan oleh seorang jagoan-tuan tanah, yang ternyata adalah ayah dari dua pendekar, Ludira (Adam Yordan), yang berwatak jahat, dan Aditya (Ariel Perkasa GM) yang berwatak putih. Dendam itu membuat Ajeng menekuni ilmu hitam yang berguna untuk memelihara kecantikan sekaligus kesaktiannya. Dendam itu ternyata membawa korban lain, keluarga seorang gadis yang kemudian juga menuntut balas. Perkelahian habis-habisan mengakhiri cerita ini. (filmindonesia.or.id).
Trivia: Menurut filmindonesia.or.id, Gairah Malam ditonton oleh 269.804 penonton dan menjadi film terlaris ke-3 di Jakarta tahun 1994.
4. Gairah yang Panas (1996)
Gambar: http://indonesiancinematheque.blogspot.com/
Gambar: http://indonesiancinematheque.blogspot.com/
Plot: Gela (Aziz Damaris), anak janda, hidup berandalan dengan sahabatnya Tomi (Luis Palbo). Dalam satu perkenalan di jalanan dengan Astri (Anastasia VR), terjadi perkelahian hingga ada yang terbunuh. Gela masuk penjara, karena Astri yang tahu peristiwa itu tak boleh bersaksi oleh ayahnya. Selepas penjara, perkenalan mereka berlanjut dan saling mencinta. Gela dimasukkan bekerja di kantor ayah Astri. Intrik kantor menyebabkan Gela harus membayar asuransi pelanggan kantornya. Meski sudah berusaha, bahkan ibunya dan juga Tomi sampai berjudi, ternyata tak berhasil. Tomi dan Gela akhirnya ditangkap polisi, meski sempat jumpa dengan Astri dulu di tepi pantai. Tomi memasukkan cincin ke jari Gela dan Astri. (http://indonesiancinematheque.blogspot.com/)
Trivia: Dalam izin produksi, film ini berjudul “Nafsu Terpendam.”
5. Kenikmatan Tabu (1994)
Gambar: http://jejakandromeda.com
Gambar: http://jejakandromeda.com
Plot: Rita (Kiki Fatmala) dan Teddy (Teguh Yulianto) saling cinta, hingga Teddy menolak dijodohkan ayahnya dengan gadis lain. Waktu Teddy mengajak Rita berkenalan dengan ayahnya, teringatlah Rita akan masa lalunya. Bambang (Robby Sutara), ayah Teddy, adalah pembunuh ibunya, sedang Rita sendiri dicekik kawan Bambang, Hendrik (Rudy Wahab). Bambang dan Hendrik ingin menguasai harta ibu Rita. Sejak perkenalan itu, Rita berniat balas dendam. Bambang masih juga bandot, la menyuruh anaknya ke luar negeri, agar bisa menggagahi Rita. Diceritakan pula anak Bambang yang lain, Mona (Inneke Koesherawati), pacaran dengan Gino (Hudi Prayogo), anak Hendrik. Dengan itu lengkaplah pengetahuan Rita akan musuh- musuhnya. Rita bersikap jinak-jinak merpati terhadap Bambang. Dengan cara itu ia berhasil membunuh Hendrik, sementara istri Bambang mati oleh tangan misterius: jatuh dari loteng. Mona mulai curiga, dan kecurigaannya terbukti dari foto di tas Rita, ketika yang terakhir ini pergi untuk mengancam Bambang di kantornya. Mona dan Teddy yang baru pulang dari luar negeri, bergegas menyelamatkan ayahnya. Terlambat. Ayahnya sudah sekarat di suatu tempat peristirahatan. Teddy memohon Rita agar ayahnya jangan dibunuh. Bambang yang sekarat, tetap berkeras ingin membunuh Rita. Hasilnya, ia sendiri terbunuh oleh jarum beracun yang sudah disiapkan Rita. Sebelum ajal, Bambang mengakui perbuatannya. (www.indonesianfilmcenter.com)
Trivia: Sutradara film ini adalah Ackyl Anwari. Nama yang familiar untuk film sejenis saat itu.
6. Kembalinya Si Janda Kembang (1992)
Gambar: movtastic.wordpress.com
Gambar: movtastic.wordpress.com
Plot: Kismi (Sally Marcelina) istri yang suka menyeleweng, suatu hari kepergok suaminya yang berkebangsaan Belanda, William van Larsen (Eddy Gunawan). Keduanya dibunuh, namun mayat Kismi diselamatkan pelayan setianya, Pak Kosmin (HIM Damsjik), karena masih ada kemungkinan dihidupkan kembali berkat cincin Ziprus dari Mesir Kuno yang dimiliki Kismi. Dari alam roh, Kismi sering menjelma ke dunia dan menggoda pria, hingga pada suatu hari bertemu Hamsad (Ibrahim Asyhari). Bersama Pak Kosmin, Hamsad menghidupkan kembali Kismi setelah mati sekitar tiga tahun. (filmindonesia.or.id)
Trivia: Film ini adalah adaptasi dari novel “Misteri Gadis Tengah Malam”.
7. Gadis Malam (1993)
Gambar: www.bukalapak.com
Gambar: www.bukalapak.com
Plot: Kehadiran Heti (Ida Kusumah) telah membuat orangtua Prita (Kiki Fatmala) bercerai. Prita ikut pamannya, Ardi (Piet Pagau). Paman bejad ini berusaha memperkosa Prita, namun gagal. Tapi, kegadisan Prita tetap hilang direnggut Joko (Ivan Perdana), anak Ardi, sepupu Prita. Gadis malang ini kemudian hanya bergantung pada pacarnya, Indra (Eddy Chaniago). Ibunya tak setuju Prita kawin dengan Indra karena pemuda itu masih nganggur. Ia mengajak Prita kerja di klab malam. Di sini, Prita bertemu Burhan (Gino Makasutji), lelaki hidung belang yang baik hati. Lalu, Prita jadi peliharaan Burhan dan bersamaan dengan itu, Prita pacaran pula dengan Donny. Pak Burhan ternyata suami Heti, yang marah besar begitu tahu hubungan suaminya dengan Prita. Saat itulah, Donny, yang ternyata anak Burhan dan Heti, muncul membawa Prita dan membuat kadua orangtuanya melongo… Ia tak perduli pada masa lalu gadis itu. (filmindonesia.or.id)
Trivia: Pemeran utama film ini, Kiki Fatmala akan berusia 46 tahun di tahun 2015 ini.
8. Penyimpangan Sex (1996)
Gambar: http://www.porosnews.com
Gambar: http://www.porosnews.com
Plot:
Dari awal digambarkan berkali-kali seorang pembunuh misterius membunuhi pelacur yang dikencaninya. Diceritakan juga Bram (Ibra Azhari), melihat gadis cantik, Jean (Rika Herliana), di jalan. Dia membuntuti mobil Jean, hingga terjadi tabrakan. Jean yang merasa bersalah, memberikan kartu nama dan bersedia mengganti kerusakan. Perkenalan ini yang membuat Bram bernafsu mengencani Jean, yang dilukiskan sebagai desainer iklan. Kencan pertama gagal. Bram lalu mengeluarkan ilmu hitamnya untuk memaksa Jean mendatangi rumahnya, hingga berkali-kali. Akibatnya Jean hilang konsentradi pada pekerjaan. Sahabatnya, Alex (Andre Bjenk), fotografer di kantor yang sama, yang diam-diam mencintai Jean, berusaha membantu. Dia membuntuti kepergian Jean ke rumah Bram. Maka terjadi perkelahian antara Alex dan Bram. Bram mati. Pembunuh para pelacur itu juga Bram, seperti tampak pada pakaiannya dan niatnya hendak membunuh Jean di akhir film.
Trivia: Durasi film ini hanya 83 menit.
9. Puncak Kenikmatan (1997)
Gambar: http://move-media.blogspot.com
Gambar: http://move-media.blogspot.com
Plot: Jackson dan pacarnya meneror Vinel, yang kesetiaan pada suaminya tak terbalas, karena sang suami serong. Lalu Jackson menggunakan sahabat Vinel untuk membujuk beradegan vulgar, hingga bisa dibuat film porno. Sang sahabat lalu dibunuh, hingga Vinel jadi buron polisi. Ia juga diperas dengan film pornonya itu. Berkat teman lain, Vinel selamat dan polisi melumpuhkan Jackson dan pacarnya. (http://www.indonesianfilmcenter.com)
Trivia: pemeran utama film ini, Malvin Shayna disebut-sebut sebagai bom seks tahun 1990-an.
10. Ranjang yang Ternoda
Gambar: Youtube
Gambar: Youtube
Plot: Bercerita tentang cinta, ambisi dan perselingkuhan, dimana melibatkan Doni, seorang akuntan yang sudah mempunyai istri tetapi berselingkuh dengan staffnya sendiri saat istrinya sedang sekolah ke luar negeri. Masalah bertambah pelik bagi Doni saat perusahaan ia dan istrinya bangkrut : Doni bercerai dengan istrinya dan Nina, sang selingkuhan, tidak ingin kembali padanya. Akhir yang tragis bagi Doni: ia tewas. (http://www.duniaku.net)
Trivia: Pemeran utama film ini, Gitty Srinita, awalnya bercita-cita menjadi Polwan.
Jadi di antara 10 film tahun 1990-an ini, mana yang paling ingin kalian tonton? :P

Kamis, 28 Mei 2015

PEMBANTUKU SELIMUT MALAM KU







HAII......

Namaku Jemz, aku sudah berkeluarga dan mempunyai satu orang anak perempuan yang lucu dan manis. Sejak istriku melahirkan, dia tidak tinggal lagi serumah denganku, dia disuruh tinggal di rumah orang tuanya, dengan alasan agar bayinya lebih terawat. Karena orang tuanya menganggapku baru pertama kali mempunyai bayi sehingga kurang pengalaman, tapi sebenarnya bukan hanya itu, sebab anakku adalah cucu pertamanya jadi dia sangat sayang sekali. Tadinya aku pun disuruh pindah ke rumah orang tuanya tapi aku tidak mau karena aku paling risih kalau disuruh tinggal di rumah orang walaupun rumahnya besar tetapi lebih enak tinggal di rumah sendiri walaupun rumahnya agak kecil (type 70), mau ngapain juga terserah dan bebas. Oleh sebab itu maka sejak istriku melahirkan sampai anakku sekarang berumur 3 tahun, istriku masih sering tinggal di rumah orang tuanya, karena anakku juga sudah terbiasa tinggal di sana jadi kalau diajak pulang ke rumahku suka tidak betah dan minta pulang ke rumah neneknya, soalnya kalau di sana rumahnya selalu ramai ada kakak-kakak iparku yang juga sayang padanya dan selalu dimanjakan sedangkan kalau pulang ke rumahku tidak seramai di sana, di sini dia hanya punya 1 orang teman yaitu pembantuku yang kadang-kadang sibuk mengurusi segala keperluannya, sedangkan aku dan istriku kadang- kadang sibuk mengurusi pekerjaannya masing-masing. Karena seringnya istriku jarang pulang sehingga aku lebih sering tinggal bersama pembantuku, segala keperluanku semuanya sudah diatur oleh pembantuku, mulai dari menyiapkan makan, menyiapkan pakaianku untuk ke kantor dan segala-galanya disiapkan olehnya. Hanya satu yang dia tidak bisa membantu yaitu tentang urusan seks. Memang untuk urusan yang satu itu jika aku lagi kepingin aku menyuruh istriku pulang dan aku melakukannya sampai sama-sama puas, tapi bagaimana kalau istriku tidak bisa pulang atau dia lagi kedatangan "tamu" bulanannya? Itulah yang menjadi kendala bagiku, lagi-lagi aku harus bermasturbasi (beronani) sendiri sambil menonton VCD porno atau membaca buku karangan Enny Errow, sambil mengelus-elus alat vitalku yang kian mengeras, tak terasa lama-lama aku jadi mengocoknya sampai akhirnya... "Cret... cret..." air maniku keluar. Malah pernah suatu kali aku lagi kepingin berat, ternyata istriku tidak bisa pulang, karena hari itu dia benar-benar capek sekali habis pulang kantor. Dan kalau begini urusannya pasti harus beronani ria lagi deh, maka cepat-cepat aku memutar VCD porno yang baru kupinjam dari temanku di kantor. Sambil menonton aku memainkan batang kemaluanku yang sudah menegang, tapi sampai tanganku pegal aku belum orgasme juga, maka aku pindah ke kamar tidurku dan melepaskan semua pakaian yang melekat di badanku hingga aku benar-benar polos alias bugil. Aku tidak sadar kalau pintu kamarku tidak tertutup rapat tidak tahunya pembantuku itu rupanya dari tadi mengintipi aku. Memang biasanya kalau aku sedang onani atau aku sedang bermain bersama istriku, pembantuku kusuruh jangan masuk ke ruang keluarga. Rupanya dia jadi curiga, sedang apa aku di sana dan rupanya dia sering mengintipiku tanpa kusadari. (Oh ya, belum kukasih tahu ya, pembantuku itu orangnya memang agak cantik, pendidikannya SMP, badannya langsing, rambutnya sebahu, kulitnya putih bersih, (mirip seperti artis siapa ya...) tingginya sama seperti istriku, umurnya baru 19 tahun, kalau dilihat sekilas sepertinya dia tidak cocok deh jadi pembantu mungkin cocoknya jadi istri keduaku kali ya). Statusnya juga tidak jelas, janda bukan perawan juga bukan, karena dia pernah dikimpoikan oleh orang tuanya, dengan lelaki yang sudah berumur sekitar 55 tahun dan baru kimpoi 5 hari dia kabur dari rumah suaminya, karena tidak tahan dengan perlakuan suaminya yang sering meminta yang tidak- tidak, dia bercerita kepada istriku. Istriku malah menanyakan lagi yang tidak-tidak bagaimana sih maksudnya. "Itu loh Bu (Ibu adalah panggilan untuk istriku) aku disuruh nungging eh tahu-tahu pantat saya ditusuk sama kontol suami saya, wah... sakitnya bukan kepalang Bu, malah sehabis digituin oleh suami saya jadi tidak bisa tahan lagi kalau saya sakit perut tau-tau langsung berak aja, habis lubangnya jadi gede kali dan tidak bisa balik lagi, padahal kan sudah ada tempatnya Bu, eh malah cari-cari lubang yang lain, ini aja juga lubang memek saya jadinya gatal terus maunya dipegangin aja, padahal kan saya juga sudah kasih tau ke suami saya masukinnya di lubang memek aja Mas, jangan di pantat soalnya sakit sekali Mas dan saya jadi tidak bisa nahan berak, tapi dia masih aja nusuknya di lubang pantat, coba aja Ibu bayangin selama 5 hari pantat saya ditusukin terus, dari pada digituin setiap hari mendingan saya kabur aja ke Jakarta." Aku tahu itu karena aku sering "nguping" pembicaraan istriku dengan pembantuku yang cantik itu. Aku baru sadar kalau pembantuku itu "ngintipi" aku, ketika dia ngintip rupanya dia sambil masturbasi juga, baju roknya diangkat ke atas tanpa pakai CD, jari tangan kanannya dimasukkan ke dalam liang kemaluannya, matanya sambil merem-melek dan tanpa disengaja rupanya dia telah mendorong pintu kamarku yang memang tidak tertutup rapat, aku kaget setengah mati karena tahu-tahu dia sudah berdiri di depan kamar sambil masturbasi dan dia juga tidak kalah kagetnya karena ketahuan mengintipku, maka dia langsung bilang, "Maaf ya Pak tadi saya tidak sengaja menyentuh pintu kamar Bapak, saya lagi mau nyapuin lantai." Memang sih di sebelah dia ada sapu lantai, aku langsung saja jawab, "Itu tangan kanan kamu kenapa pegangin memek terus, emangnya takut hilang?" rupanya dia tidak sadar bahwa baju roknya masih terangkat ke atas dan tanpa CD sehingga dengan jelas aku dapat memandangi kemaluannya yang indah disertai bulu-bulu halus yang baru mulai tumbuh. "Eh.. anu... Pak, tidak apa-apa," jawabnya, dan buru-buru ia menutupi dengan baju roknya dan aku pun dengan gerakan refleks menarik selimut untuk menutupi tubuhku yang masih telanjang. "Tia sini deh bisa tolong pijitin saya, badan saya pada sakit nih," kataku sambil pura-pura mengalihkan pembicaraan. Sambil ragu-ragu akhirnya ia menghampiriku dan berdiri di dekat ranjang. "Ayo Tia pijitin dong! jangan diam saja," dan akhirnya dia pun mau memijiti badanku. Setelah beberapa lama dia pun bertanya kepadaku, "Pak, tadi Bapak lagi ngapain sih, kok sambil telanjang?" "Ah.. tidak, saya lagi pakai obat biar tetap kuat," jawabku seenaknya. "Memangnya kalau tidak pakai obat, tidak kuat ya Pak?" "Sembarangan, emangnya kamu kamu coba," kataku lagi, "Laah kamu sendiri ngapain, lagi nyapu kok tangannya dimasuk-masukin ke memek?" "Ah.. nggak Pak, ini memek saya dari pagi gatal terus maunya dipegang-pegang aja..." Coba sini saya periksa, jangan- jangan kamu terkena penyakit lagi." "Ah jangan Pak, saya malu, biar saya garuk sendiri aja, tapi ngomong-ngomong Bapak juga lagi ngapain, kok telanjang sendirian?" "Ah, tidak, saya juga dari pagi lagi gatal nih." "Ibu nggak datang ya Pak?""Tidak, Ibu kecapean kali. Habis di kantornya lagi banyak kerjaan." "Pak, kalau saya garukin mau nggak Pak?" "Ia sini garukin saya, tapi pelan- pelan ya." "Tenang saja Pak kalau soal garuk- menggaruk saya sudah ahli Pak, soalnya saya pernah diajari oleh bekas suami saya." Tanpa buang waktu lebih lama dia langsung mengusap-usap batang kemaluanku yang dari tadi sudah berdiri tegak, dan tanpa disuruh dia juga langsung menciumi batang kemaluanku serta menjilatinya persis seperti anak kecil dibelikan es krim. "Eh Tia, (Setiawati nama pembantuku) kamu kok pintar banget sih, belajar dari mana?" "Maaf ya Pak, saya sering ngintip Bapak waktu lagi nonton film porno, jadi saya sudah tau caranya, cuma saya masih ragu apakah Bapak mau berbuat begitu sama saya, soalnya saya kan cuma pembantu." "Pembantu kan cuma jabatannya tapi kalau memeknya kan sama aja." "Iya Pak tapi saya pernah dipesan oleh Ibu. Kamu jangan coba-coba ngerayu suami saya ya, nanti saya keluarin kamu, makanya Pak, Bapak jangan bilang-bilang sama Ibu ya, nanti kalau saya dikeluarin bagaimana, saya mau tinggal di mana Pak." "Iya deh, saya juga tidak bakalan bilang sama Ibu. Pokoknya begini aja deh kalau ada Ibu kamu tidurnya di kamar kamu tapi kalau tidak ada Ibu kamu tidurnya di sini aja sama saya." "Iya deh Pak, tapi saya tidak kuat tidur di kamar ini soalnya AC dingin sih Pak. "Nantikan ada saya, kalau sudah dipelukin juga nggak dingin lagi." Memang sih dari dulu juga aku sudah punya niat mau "gituin" dia kalau lagi tidak ada istriku daripada ngocok sendiri. Tapi aku masih ragu, jangan-jangan dia "ngaduin" macam-macam ke istriku, wah.. bisa gawat tuh. Tapi tidak tahunya malah kebalikan dia malah suka, kalau tahu dia suka, dari dulu saja, jadi tidak usah onani sendiri betul tidak teman-teman? Soalnya aku terus terang saja paling tidak suka sama cewek-cewek WTS, soalnya bukanya apa-apa, penyakitnya itu yang paling repot dan juga bayarannya yang mahal. Ya, paling tidak kalau kita mau yang bersih, bayarannya yang "gope" ke atas kalau yang "gope" ke bawah itu mah tidak bisa dijamin kebersihannya, malah pernah temanku main yang harga bookingannya Rp.350.000 katanya bersih tapi tidak tahunya tetap saja kena penyakit. Daripada buang- buang duit dan cari penyakit buat cuma "ngecret" doang mendingan ngocok sendiri. Memang sih waktu dulu aku masih kerja di PT.XXX gajiku sangat berlimpah, aku cuma kasih ke istriku setengahnya dan sisanya kusimpan sendiri. Dia memang tidak tahu kalau gajiku dua kali lipatnya, belum tunjangan- tunjangan lainnya seperti uang makan, uang transport, uang perbaikan mobil, uang kopi dan lain-lain, pokoknya yang dia tahu gajiku cuma segitu, sudah mencangkup segala-galanya. Itu saja dia juga masih bisa menyimpan setengahnya dari gaji yang kuberikan setiap bulannya. Wah kalau dipikir-pikir waktu dulu aku benar-benar "happy" banget deh, hampir tiap minggu aku "main" dengan cewek dengan tarif yang high class. Kalau dihitung-hitung sudah berapa puluh juta uang yang dibuang percuma untuk "ngecret" doang. Sambil terus melamun batang kemaluanku terus dihisap serta dijilati oleh Tia pembantuku. Tiba- tiba dia berkata, "Kok, ngelamun Pak, pasti keenakan ya.." "Iya, habis kamu tidak dari dulu sih bilang kalau kamu juga suka ngeseks.." "Iya Pak, saya juga nyesel tidak dari dulu bilang ke Bapak, habis saya takut sih.." "Eh, Tia ngomong-ngomong waktu dulu, kalau kamu lagi kepingin bagaimana..? "Ya.. saya main sendiri Pak, kadang- kadang kalau saya ke pasar saya beli ketimun Pak buat main sendiri.." "Wah... berarti ketimun yang kamu sering masak bekas kamu pakai ya..?" "Tidak Pak, kan saya beli ketimunnya banyak Pak, lagian kalau habis dipakai untuk itu biasanya ketimunnya bonyok Pak.." "Tapi pernah kan kamu kasih saya timun yang hancur? waktu itu kamu bilang timunnya hancur gara- gara tas plastik bawaan kamu putus hayyyoo..." "Iya deh Pak, saya minta maaf lagi, soalnya waktu itu saya kepengen berat Pak, jadi saya pakai dulu ketimunnya, sehabis saya main saya pergi lagi ke pasar untuk beli ketimun eh.. sudah kehabisan Pak, jadi saya pakai saja yang itu, soalnya Bapak kalau makan kan musti ada lalapannya. Tapi tidak usah kawatir Pak, timunnya sudah saya cuci bersih kok Pak..." "Tapi rasanya lain ya Tiaaa, saya juga sudah curiga.." "Lain bagaimana Pak?" "Ya, rasanya lebih enak dan gurih, pasti karena sudah kecampur dengan lendir kamu.." "Ah.. masa Pak, kalau begitu lain kali sebelum dimakan saya pakai dulu ya Pak, soalnya sayang kan dari pada dibuang." "Ya lain kali ngapain kamu pakai ketimun lagi, kan kamu bisa bilang ke saya nanti saya kasih ketimun saya yang lebih enak dan empuk." "Ia Pak, kok Bapak punya gede banget sih Pak, kayak ketimun saja, punyanya bekas suami saya saja tidak segini besar Pak, wah.. pasti enak banget ya Pak kalau dimasukin ke memek saya. Pak tangan Bapak jangan diam saja dong Pak, mainin memek saya dong, soalnya memek saya juga sudah gatal Pak dari tadi." "Lah.. tadi saya mau garukin katanya kamu bisa garuk sendiri.." "Ya kan tangan saya sudah sibuk garukin punya Bapak, jadi saya tidak sempat Pak.." "Ya sudah kamu naik dong ke ranjang saya dan baju kamu juga dicopot semuanya, saya saja sudah telanjang kok kamu masih pakai baju..." "Iya Pak.." "Tia, kalau begitu kita main 69 aja ya, supaya bisa sama-sama saling jilatin.." "Aaahh... Enak banget Pak... terus Pak... achh... ohh... ahhh... Pak kita masukin aja yuk Pak, saya sudah tidak tahan nih... Kayaknya saya sudah mau keluar... Aaahhh... haaayyooo Pakk masukin ajaa... saya sudah tidak tahan niihh..." Tapi aku masih terus tahan tidak mau langsung dimasukin dulu, aku mau bikin dia gila dan ketagihan, aku masih terus menjilati serta mengisap klitorisnya yang bikin dia tergila-gila. "Aaahh.. haayoo Pakk masukin ajaa... saya sudahh nggak tahaan niihh.. Aaahhh... haayyoo Pakk masukin ajaa..." Tanpa buang waktu dan disuruh lagi, dia langsung membalikkan badan dan dia naik di atas badanku serta dimasukannya batang kemaluanku ke dalam liang kemaluannya yang sudah basah akibat lendir kenikmatan. "Aaahhh... haayooo Pakk masukin biar dalam Pak! terus Paakkk dorong Pak dari bawah ini musti masuk semua ke dalam memek saya Paakk jangaan disisain Pakk..." Sambil terus menggoyangkan pantatnya dia berusaha memasukkan batang kemaluanku yang besar dan panjang ini. Aku tidak tinggal diam, aku berusaha mendorongnya kuat-kuat batang kemaluanku ke dalam liang kemaluannya tapi rasanya sudah tidak bisa masuk lagi karena sudah mentok, karena batang kemaluanku panjangnya 20 cm dengan diameternya 4 cm sedangkan lubang kemaluannya mungkin kedalamannya cuma sekitar 16-17 cm jadi tidak bisa masuk semuanya. Oh ya, aku belum menceritakan mengapa batangku bisa panjang seperti itu, ceritanya waktu aku kuliah di Bandung aku pernah datang ke salah satu dukun pengobatan, nah di situ aku diberi ramuan obat dan batang kemaluanku dimasukkan ke dalam bambu yang sudah kupilih sesuai dengan kemauan kita dan kira-kira 1 jam ketika aku bangun ternyata batang kemaluanku sudah membesar seperti itu, memang pada saat itu aku tidak sadarkan diri, aku tahu dari cerita teman wanita di tempat kostku, memang waktu aku ke sana aku diantar olehnya tadinya aku tidak percaya loh, tapi kenyataannya? malah sehabis itu, Sita teman kuliahku itu jadi lengket sama aku, karena cuma aku yang berani mengambil bambu sebesar itu, dan sebelumnya waktu dia mengantar teman-temanku yang lain mereka hanya mengambil bambu yang lebih kecil dari aku. (Maaf ini bukan promosi tapi sekedar informasi saja). "Pak... sekarang gantian dong saya yang di bawah, Bapak yang di atas supaya lebih bervariasi gitu..." sambil batang kemaluanku masih menancap pada lubang kemaluannya, aku merubah posisi yang tadinya aku di bawah sekarang aku di atas sehingga aku lebih leluasa memandangi tubuhnya yang mulus tanpa dibungkus sehelai benang pun yang baru pertama kali aku melihatnya. Memang payudaranya tidak sebasar milik istriku tapi aku justru lebih bergairah melihat payudara yang baru tumbuh dengan puting susunya yang masih kemerah- merahan. "Ayo dong Pak... dorong yang kencang, jangan ngelamun terus, ayoo aahhh saayaaa sudah ngggaak tahaan niihh aaahhh... sshhh... aahhh sayaaa sudah mau keluar nihh... ini Pak, susu saya juga diisepin dong..." Memang dari tadi aku lebih banyak pasif dari pada aktifnya sehingga dia lebih banyak protesnya maka aku pun langsung mengisap puting susunya yang sebelah kanan dan yang selelah kiri kumainkan dengan tanganku. Sementara untuk yang bagian bawah itu urusan kemaluanku. "Ssshhh... aaahh.. enak ya Tia, lubang kamu masih sempit walaupun sudah banyak lendirnya..." "Iyaa.. terruuusss Paakk dorong lagi yang kencang, aahh.. sshhh... sayaaa sudah enggak taahan nih..." Tiba-tiba aku mencabut batang kemaluanku dari lubang kemaluannya. "Kenapa dicabut Pak? Hayo masukin lagi Paak... cepat Paakk!" "Tunggu Tia, saya mau pakai kondom dulu, soalnya saya takut nanti kamu hamil..." "Iya Pak, ceepett Pak pakainya, saya sudah tidak tahan nih mau keluarrr.." Sesudah memakai kondom maka aku pun memasukkan kembali batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluannya, tiba-tiba... "Acch..." Dia memelukku erat sekali sampai aku susah sekali bernafas. "Aaahhh.. aaahhh... saya sudah tidak tahan Pak, saya mau keluaaarrr aahh... ssshh... wah eeenaak sekali Pak, aachhh... aaahhh tapi Bapak belum keluar ya?" "Iya saya juga sebentar lagi... makanya saya pakai kondom supaya saya bisa keluarin di dalam. Tia sekarang kamu nungging ya, saya mau masukin dari belakang..." "Ah jangan Pak, nggak mau ah nanti pantat saya sakit." "Tidak, saya juga tidak mau masukin di pantat, saya masukinnya di memek kamu tapi kamu nungging ya..." "Begini Pak..." "Iya.." Ternyata dengan posisi nungging lubang kemaluannya semakin sempit, lebih terasa gesekannya. Dan akhirnya aku pun mengakhiri permainanku karena aku pun sudah orgasme. "Aahhh... Terima kasih Tia kamu sudah membantu saya..." "Terima kasih juga Pak, Bapak juga telah membantu saya, rupanya kita sama-sama kesepian ya Pak." "Iya dan hobi kita juga sama ya Tia, suka mencari kenikmatan dengan berseks ria." "Iya Pak, saya juga capai sekali Pak..." "Iya sudah kamu tidur di sini saja sekalian temani saya tidur." "Iya deh Pak, tapi dipelukin ya Pak, saya kedinginan nih..." "Iya deh.. Oh ya Tia, bagaimana kalau besok kita ke klinik..." "Emangnya mau apa Pak, gatal saya sudah sembuh kok Pak." "Bukan maksud saya kamu pakai kontrasepsi aja, jadi saya tidak harus pakai kondom terus, kan kamu juga tidak enak kalau ada plastiknya, nanti kalau ditanya sama dokternya bilang aja kamu istri saya dan kamu tidak mau hamil dulu karena kamu masih sekolah." "Iya deh Pak, kita atur aja Pak, supaya kita sama-sama bisa enak." Dan sejak malam itu kalau istriku tidak ada di rumah, maka Tia yang selalu menemaniku tidur. Tapi sayang Lebaran nanti dia mau pulang kampung untuk menengok orang tuanya, dan dia berjanji akan kembali ke Jakarta, tapi aku ragu apakah dia diperbolehkan kembali ke Jakarta oleh orang tuanya?
148 Ikutan yuk dan dapatkan bonus pendaftaran sebesar Rp1,500 sekarang juga!. http://po.st/rhMw7u
https://ap.yougov.com/refer/9XMC6n8AaYY01QM42s2upw/ - See more at: https://ap.yougov.com/id/account/referral/#sthash.o3knzELo.dpuf

CERITA SEX KARYAWAN HOTEL

Suatu hari aku dipanggil pimpinanku ke dalam ruangannya. Aku menduga-duga apa gerangan sebabnya aku dipanggil mendadak begini.”Duduk, Dik. Tunggu sebentar ya,” katanya sambil meneruskan membaca surat-surat yang masuk hari ini. Setelah selesai membaca satu surat barulah dia menatapku.”Begini Dik Anto, besok hari libur nasional. Hari ini apa yang masih harus diselesaikan?” tanyanya. Aku berpikir sejenak sambil mengingat apalagi tugas yang harus kuselesaikan segera hari ini.
“Rasanya sih sudah tidak ada lagi yang mendesak pak, ada beberapa proposal dan rencana kerja yang harus saya buat, tapi masih bisa ditunda sampai minggu depan. Ada apa Pak?” tanyaku.
“Anu, ada tamu dari Kalimantan, namanya Pak Jainudin, panggil aja Pak Jay.
Sebenarnya bukan untuk urusan kantor kita sih. Hanya kebetulan saja pas dia ada di sini, jadinya sekalian aja. Dia menginap di Bekasi.
Tadi dia telpon katanya minta tolong agar diantarkan surat yang kemarin Dik Anto buat konsepnya untuk dipelajari, jelaskan aja detailnya. Nanti Dik Anto antar saja ke sana dan bayar bill hotel beliau. Layani sampai selesai urusannya, kalau perlu nanti nggak usah kembali ke kantor. Besok beliau kembali. Kalau mobil kantor pas kosong, pakai taksi aja soalnya ini penting. Uangnya ambil di kasir!” katanya sambil memberikan memo kepadaku untuk ambil uang di kasir.
Bergegas aku ke kasir sambil cek di resepsionis ada mobil kantor lagi kosong atau tidak. Ternyata semua mobil lagi dipakai. Jadi aku naik taksi ke Bekasi.
Setelah sampai di hotel yang dituju, aku segera menemui Pak Jay, dan menyerahkan berkas yang dimaksud. Setelah dia bertanya tentang detail dari berkas tadi, dia katakan bahwa dia sudah mengerti dengan isinya dan setuju. Hanya ada perbaikan redaksional saja.
“OK Dik, nanti saya kabari. Begini saja, konsep ini saya bawa dulu. Perbaikannya nanti menyusul saja. Hanya redaksional kok. Isinya saya sudah paham dan prinsipnya setuju,” katanya.
“Oh ya pak, pimpinan saya sampaikan bahwa bill hotel bapak biar kami yang selesaikan,” kataku.
“Aduh, jadi merepotkan. Sampaikan terima kasih dan salam untuk pimpinanmu, Pak Is” katanya sambil menyalamiku.
“Baik Pak nanti saya sampaikan, selamat jalan”.
Aku kemudian membereskan bill di front office. Tiba-tiba saja petugas hotel memanggilku.
“Maaf Pak Anto ya? Ini Pak Jay mau bicara,” katanya sambil menyerahkan gagang telepon. Kuterima gagang telepon dan dari seberang Pak Jay berkata”Dik, saya lupa kasih tahu. Kebetulan semua urusan saya selesai hari ini jadi saya bisa pulang siang nanti. Dik Anto tunggu sebentar di bawah ya!”
Aku menunggu Pak Jay turun ke lobby. Sebentar kemudian dia sudah datang dan minta dipanggilkan taksi. Kupanggilkan taksi, dia naik dan katanya.
“Terima kasih banyak lho bantuannya”.
Aku menggangguk dan tersenyum saja. Setelah taksinya pergi, aku berpikir kalau dia jadi pulang, sementara bill sudah dibayar penuh sampai besok, sayang rasanya. Biar aja kuisi kamarnya sampai besok, toh besok juga libur. Aku lapor ke resepsionis.
“Mbak, Pak Jay sudah check out, saya pakai kamarnya sampai besok. Tapi tolong beresin dulu kamarnya, saya mau jalan dulu sebentar. Boleh kan?” kataku.
“Boleh pak, silakan saja,” katanya sambil tersenyum.
Akhirnya saya keliling-keliling di Kota Bekasi. Nggak ada yang aneh sih. cuma sudah lama saja tidak ke Bekasi. Setelah beberapa lama, capek juga rasanya badanku. Aku akhirnya masuk ke sebuah panti pijat tradisional. Siapa tahu dapat massage girl yang oke, setelah dipijat nanti gantian kita yang memijatnya.
Seperti biasa begitu masuk di ruang depan aku disodori foto-foto close up yang cantiknya mengalahkan artis. Mbak yang jaga mengomentari sambil sekalian promosi. Si A pijatannya bagus dan orangnya supel, Si B agak cerewet tapi cantik, Si C hitam manis dan ramah dan lain-lainnya. Aku sih tidak tertarik dengan promosinya. Pilihanku biasanya berdasarkan feeling saja.
Pada saat lihat-lihat foto, ada wanita yang masuk. Kulihat sekilas, kalau dia massage girl di sini aku pilih dia saja.
Kutanya pada yang jaga, ” Mbak, yang tadi barusan lewat kerja di sini juga?”
“Ya Mas, dia baru minta ijin keluar sebentar tadi. Katanya ada sedikit keperluan,” jawabnya.
“Boleh pijat sama dia Mbak?” tanyaku lagi.
“Boleh saja, tapi tarif untuknya agak tinggi sedikit,” katanya sambil tersenyum kemudian menyebutkan rupiah yang harus kusediakan.
Kuiyakan dan disuruhnya aku masuk ke kamar VIP, ada AC-nya meskipun berisik dan tidak terlalu dingin. Sambil menunggu di dalam kamar, kuamat-amati sekelilingku. Sebuah kamar berukuran 3 X 2 meter dengan sebuah spring bed untuk satu orang dan sebuah meja kecil yang di atasnya ada cream pijat dan handuk. Pintunya ditutup dengan korden kain sampai ke lantai. Kulepaskan pakaianku tinggal celana dalam saja. Iseng-iseng kubuka laci meja kecil di sampingku. Ada kotak “25” yang sudah kosong.
Tidak lama kemudian gadis pemijat yang kupesan sudah muncul. Kuamati lagi dengan lebih teliti. Lumayan. Kulitnya putih, tinggi (untuk ukuran seorang wanita) dengan perawakan seimbang. Ia mengenakan celana panjang hitam dan kaus putih. BH-nya yang berwarna hitam nampak jelas membayang di badannya.
“Selamat siang,” sapanya sambil menutup korden dan mengikatkan pinggirnya pada kaitan di kusen pintu.
“Siang,” jawabku singkat.
“Silakan berbaring tengkurap Mas, mau diurut atau dipijat saja”.
“Punggungku dipijat saja, kaki dan tangan boleh diurut”.
Aku berbaring di atas spring bed. Ia mulai memijat jari dan telapak kakiku.
“Namanya siapa Mbak?” tanyaku.
“Apa perlunya Mas tanya-tanya nama segala. Mas kerja di Sensus ya?” Jawabnya sambil tersenyum. Meskipun jawabannya begitu tapi dari nada suaranya dia tidak marah.
Akhirnya sambil memijat aku tahu namanya, Wati, berasal dari Palembang. Pijatannya sebenarnya tidak terlalu keras. Sepertinya dia pernah belajar tentang anatomi tubuh manusia sehingga pada titik-titik tertentu terasa agak sakit jika dipijat.
“Aduh.. Pelan sedikit dong!” teriakku ketika dia memijat bagian betisku.
“Kenapa Mas, Sakit? Kalau dipijat sakit berarti ada bagian yang memang tidak beres. Coba bagian lain, meskipun pijatannya lebih keras tapi kan nggak sakit”.
Kupikir benar juga pendapatnya. Aku sedikit pernah baca tentang pijat refleksi yang membuka simpul syaraf dan melancarkan aliran darah sehingga metabolisme tubuh kembali normal. Ia memijat pahaku.
“Hmmhh.. Ada urat yang sedikit ketarik Mas. Pasti beberapa hari ini adik kecilnya tidak bisa bangun secara maksimal,” katanya.
Memang beberapa hari ini, entah karena kelelahan bekerja atau sebab lain sehingga pada pagi hari saat bangun tidur adik kecilku kondisinya kurang tegang. Aku tidak terlalu memperhatikan karena pikiran memang lagi fokus untuk menyelesaikan pekerjaan minggu ini. Tangannya beberapa kali mulai menyenggol kejantananku yang terbungkus celana dalam. Tapi herannya aku sama sekali nggak terangsang. Kucoba untuk menaikkan pantatku dengan harapan tangannya bisa lebih ke depan lagi, tapi ditekannya lagi pantatku.
“Sudahlah, Mas diam saja nanti nggak jadi pijat,” katanya.
Kali ini tangannya benar-benar meremas adik kecilku. Tapi sekali lagi aku heran, karena nggak bisa terangsang. Tangannya kini memijat pinggangku. Ibu jarinya menekan pantatku bagian samping dan jari lainnya memijat-mijat sekitar kandung kemih.
“Penuh.. Beberapa hari pasti tidak dikeluarkan ya Mas? Maklum adiknya juga lagi nggak fit,” komentarnya agak ngeres.
Lagi-lagi tebakannya benar. Aku tidak tahu dia asal tebak atau memang ada ilmunya untuk hal-hal seperti itu.
“Hhh..” kataku ketika ia mulai menekan punggungku, kemudian terus sampai tengkuk.
Aku mulai merasa rileks dan mengantuk. Enak juga pijatannya. Kini kakiku diurutnya dengan cream pijat. Sampai di dekat pahaku dia berkata”Tahan sedikit Mas, agak sakit memang”. Tangannya dengan kuat mengurut paha bagian dalamku. Terasa sakit sekali.
“Uffpp.. Haahh,” kataku sambil menahan sakit.
Kepalaku kubenamkan ke bantal. Setelah kedua belah pahaku diurut terasa ada perbedaan. Kejantananku mulai bereaksi ketika tangannya menyusup ke bawah pahaku. Pelan tapi pasti kejantananku mulai membesar sehingga terasa mengganjal. Aku agak menaikkan pantatku untuk mencari posisi yang enak. Kali ini dibiarkannya pantatku naik dan tanganku meluruskan senjataku pada arah jam 12.
“Balik badannya, dadanya mau dipijat nggak?”
Kubalikkan badanku. Kulihat keringat mulai menitik di lehernya. Untung ada AC, meskipun tidak bagus, sedikit menolong. Wati mengusap-usap dadaku.
“Badanmu bagus Mas, dadanya diurut ya?”
“Nggak usah, tanganku aja deh diurut,” kataku.
Ia duduk di sampingku dengan kaki menggantung di samping ranjang. Ketika ia meluruskan dan mengurut tanganku kupegang dadanya. Lumayan besar, tapi agak kendor.
“Tangannya..” katanya mengingatkanku.
Tidak berapa lama ia sudah selesai memijat dan mengurut badanku. Aku meregangkan badan. Terasa lebih segar.
“Sebentar saya ambil air dulu Mas,” ia keluar kamar dan kembali dengan membawa air hangat dan handuk kecil.
Dicelupkannya handuk kecil ke dalam air hangat dan dilapnya seluruh tubuhku sampai bekas cream pijat hilang. Kemudian dilapnya badanku sekali lagi dengan handuk yang ada di atas meja kecil. Aku kembali terangsang ketika dia melap dadaku. Kuperhatikan dia dan kupegang tangannya di atas dadaku. Ia memutar-mutarkan tangannya yang dibalut handuk.
“Kenapa Mas,” bisiknya.
“Ingin dikeluarin supaya nggak penuh dan meluap terbuang,” kataku.
Ia menggerakkan tangan, kode untuk mengocok penisku.
“Nggak boleh emangnya disini ya? Ini apa?” tanyaku sambil membuka laci meja dan menunjukkan kotak “25” yang kosong tadi.
“Mas ini tangannya usil deh. Bukan begitu Mas, bos lagi ada di sini. Dia kesini seminggu dua kali. Dia melarang kami untuk begituan dengan tamu, katanya belakangan ini sering ada razia,” jawabnya.
Kami diam beberapa saat, tensiku sudah mulai turun.
“Begini saja Mas, kebetulan saya juga lagi ingin dan Mas sebenarnya sesuai dengan seleraku dan rasanya bisa memuaskanku. Sekali-sekali ingin juga menikmati kesenangan. Nanti malam saja kita ketemu setelah jam 10 malam, sini sudah tutup”.
Kutanya berapa tarifnya untuk semalam.
“Jangan salah kira Mas, tidak semua wanita pemijat hanya ingin uang saja. Sudah kubilang kalau kita nanti bisa take and give. Just for fun”.
Busyet.. Entah benar entah tidak bahasa yang diucapkannya aku tidak peduli. Malam ini aku dapat pemuas keinginanku yang tertahan selama beberapa hari. Kukatakan nanti setelah selesai kerja kutunggu di hotel tempatku menginap.
Aku kembali ke hotel dan mandi. Sekilas ada keinginanku untuk berswalayan-ria. Tapi kutahan, takut nanti malam jadi kurang greng. Setelah mandi aku kembali jalan di sekitar hotel. Jalan mulai macet, karena jam pulang kantor sudah lewat. Cuaca agak mendung dan tak lama turun gerimis. Kupercepat langkahku, tapi gerimis sudah mulai lebat. Untung ada sebuah warung tenda. Sekilas kubaca tersedia STMJ. Boleh juga nih, hitung-hitung persiapan nanti malam. Kupesan satu gelas. Kuseruput perlahan. Rasa hangat menjalari tubuhku. Jahenya terlalu pedas, kulirik penjualnya.
“Di sini STMJ-nya asli Mas, alami. Bukan buatan pabrik jamu, melainkan saya buat sendiri. Jahenya memang sengaja agak banyak biar badan jadi sehat dan tidak mudah masuk angin,” katanya seolah membaca pikiranku. Kutunggu minumanku agak dingin. Ternyata ramai juga warung ini. Mungkin juga akibat ramuan Bapak penjualnya yang membuatnya dengan bahan alami.
Kembali ke hotel meskipun dengan pakaian sedikit basah, namun kesegaran pijatan dan STMJ membuatku tidak takut masuk angin. Aku tidak bawa pakaian ganti karena niatnya tidak menginap, hanya melayani tamu kantor. Kulepas bajuku dan dengan tetap memakai celana panjang kubaringkan tubuhku ke ranjang yang empuk. Enak juga jadi orang kaya.
Menginap di tempat yang empuk dan berAC. Namun kupikir lagi, ternyata hidup ini enak kalau dijalani dengan senang hati. Orang kaya yang punya jabatan tentu tingkat stressnya lebih tinggi dan belum tentu mereka dapat menikmati semua yang ada padanya. Mungkin cocok juga aku jadi filsuf, pikirku begitu sadar dari lamunanku.
Kulihat jam dinding menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Masih ada waktu tiduran dua jam setelah seharian pikiranku agak capek. Badan sih tidak apa-apa, hanya pikiran yang perlu istirahat.
Setengah tertidur aku mendengar ketukan di pintu.
“Tok.. Tok.. Tok..
“Mas Anto, ini Wati,” terdengar suara dari luar.
Upss, aku melompat dari ranjang dan membuka pintu. Setelah kubuka pintu aku tertegun sejenak. Wati tetap memakai kaus yang tadi siang dipakainya dibungkus dengan sweater dan celananya sudah ganti dengan jeans. Sepatu dengan hak tinggi membuat dia tampak lebih tinggi dan langsing. Kacamata bening nangkring di hidungnya yang sedang. Wajahnya dihiasi dengan make up tipis. Kalau dilihat sekilas seperti Yurike Prastica.
Wati masuk dan melepaskan sweaternya. Aku menutup pintu, menguncinya dan duduk di atas ranjang, lalu ia duduk di sampingku. Saat itu aku masih termangu, tapi penisku bereaksi lebih cepat dan langsung saja tegak dengan kerasnya. Wati melihat kebawah, ia sengaja melihat dan meraba, mengusap serta memainkan penisku.
Aku mulai bergairah tetapi hanya diam menunggu aksinya. Kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, ia terus memainkan penisku. Dilepasnya kacamata dan diletakkan di meja samping ranjang. Ia berdiri dan melepaskan celana panjangnya. Pahanya yang mulus terpampang di depanku. Kudorong ia dan kupepetkan ke dinding sambil berciuman lembut. Ia mengerang kecil” Ngghngngh..”.
Tangannya membuka celana panjangku dan menariknya ke bawah. Tangannya meremas penisku dan mengeluarkannya dari celana dalamku. Ia bergerak sehingga aku yang dipepetnya di dinding. Dalam posisi setengah jongkok ia mulai mengulum penisku. Penisku semakin lama semakin tegang.
Ia mengkombinasikan permainannya dengan mengocok, menjilat, mengisap dan mengulum penisku. Kupegang erat kepalanya dan kugerakkan maju mundur sehingga mulutnya bergerak mengulum penisku. Tangannya meremas pantatku dan menarik celana dalamku yang mengganggu gerakannya. Kurasakan mulutnya menyedot dengan kuat sampai penisku terasa ngilu.
Kuangkat tubuhnya dan kulucuti celana dalamnya. Kaus tipisnya masih kubiarkan tetap di badannya. Sebuah keindahan tersendiri melihatnya dalam kondisi polos di bagian bawah dan kausnya masih melekat. Belahan payudaranya yang besar membayang di balik kaus tipisnya. Kini aku yang jongkok di depannya dan mulai menjilati dan memainkan clit-nya.
Vaginanya punya bibir luar yang agak melebar. Warnanya kemerahan. Ia terguncang-guncang ketika clitnya kujilat dan kujepit dengan kedua bibirku. Beberapa saat kami dalam posisi begitu. Tangan kirinya memegang kepalaku dan menekankan ke selangkangannya. Tangan kanannya meremas payudaranya sendiri.
Aku bangkit berdiri dan bermaksud melepas BH-nya. Kucari-cari di punggungnya tetapi tidak kutemukan pengaitnya.
“Di depan.. Buka dari depan,” Wati berbisik.
Rupanya model BH-nya dengan kancing di depan. Kuremas kedua dadanya dengan lembut. Tanganku sudah menemukan kancing BH-nya. Tidak lama dadanya sudah terbuka. Putingnya yang coklat membayang di balik kausnya. Kugigit dari luar kausnya dan Wati mengerang.
Penisku di bawah yang sudah berdiri melewati garis horizontal mulai mencari sasarannya. Tangannya mengocok penisku lagi dan menggesekkannya pada vaginanya. Kucoba memasukkannya sekarang, namun meleset terus. Kuangkat sebelah kakinya dan kucoba lagi. Tidak tembus juga. Mulutku masih bermain dengan puting di dalam kausnya.
Wati kelihatannya tidak sabar lagi dan dengan sekali gerakan kausnya sudah terlempar di sudut kamar. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan keras namun hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri bahunya dan melepas tali BH-nya sehingga kini kami dalam keadaan polos.
Karena sudah gagal berkali-kali mencoba untuk memasukkan penis dalam posisi berdiri, kudorong dia ke arah ranjang dan akhirnya kudorong dia rebah ke ranjang. Saat itu aku mulai kepanasan karena gairah yang timbul. Lalu aku menerkam dan memeluk Wati. Perlahan-lahan ia mulai mengikuti permainanku. Kutindih tubuhnya dan kuremas pantatnya yang masih padat.
“Anto.. Kumohon please ayo.. Masukk.. Kan!”
Tangannya meraih kejantananku dan mengarahkan ke guanya yang sudah basah. Aku menurut saja dan tanpa kesulitan segera kutancapkan penisku dalam-dalam ke dalam liang vaginanya.
Kami saling bergerak untuk mengimbangi permainan satu dengan lainnya. Aku yang lebih banyak memegang peranan. Ia lebih banyak pasrah dan hanya mengimbangi saja. Gerakan demi gerakan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kamipun menggelosor lemas dalam puncak kepuasan yang tidak terkira.
Setelah sejenak kami beristirahat, kami saling melihat keindahan tubuh satu sama lain gairahku mulai bangkit lagi. Aku memeluknya kembali dan mulai menjilati vaginanya. Dan kemudian memasukkan penisku yang sudah kembali menegang.
Aku menusuk vaginanya, crek.. crek.. crek.. crek.. crokk .. Berulang kali. Ia pun mendesah sambil menarik rambutku. Kami saling bergoyang, hingga tempat tidur pun terasa mau runtuh dan berderit-derit. Setelah hampir setengah jam dari permainan kami yang kedua kali, Wati mengejang dan vaginanya terasa lebih lembab dan hangat. Sejenak kuhentikan genjotanku.
Kini aku kembali menggenjot vagina Wati lagi. Kami berdua bergulingan sambil saling berpelukan dalam keadaan merapat. Kuputar badannya sehingga dia dalam posisi pegang kendali di atas. Kini dia yang lebih banyak memainkan peranan. Akhirnya aku hampir mencapai puncak dari kenikmatan ini. Kutarik buah zakarku sehingga penisku seolah-olah memanjang.
“Wati, kayaknya aku nggak tahan lagi, aku mau keluar”.
Akhirnya tak lama kemudian kami mencapai titik puncak. Aku keluar duluan dan tak lama Watipun mendapatkan puncaknya dengan menikmati kedutan pada penisku. Setelah itu kami terbaring lemas, dengan Wati memelukku dengan payudaranya menekan perutku.
“Wati terimakasih untuk saat-saat ini”
“Nggak usah To.. Wati yang terimakasih karena, Wati nggak menyangka kamu sungguh hebat. Wati nggak nyangka kamu punya tenaga yang besar. Wati tadi hanya berharap menikmati permainan dengan cepat karena tadi siang pijatanku sudah kuarahkan agar kita bermain dengan cepat”.
Kami tertidur berpelukan dan setelah pagi harinya kami bercinta untuk ketiga kalinya, dan kuakhiri dengan tusukan yang manis, kami saling membersihkan badan dan pulang. Kuantar ia sampai di depan gang rumahnya.
Ketika beberapa hari kemudian kucari dia di tempat kerjanya, tidak kudapati lagi dirinya. Kata Mbak yang jaga di depan dia pulang kampung dan tidak kembali lagi. Ditawarkan temannya yang lain untuk memijatku, namun aku tidak berminat dan langsung balik kanan, back to Batavia. –

Foto Cerita Seks Modern.















148
Ikutan yuk dan dapatkan bonus pendaftaran sebesar Rp1,500 sekarang juga!. http://po.st/rhMw7u

148 Ikutan yuk dan dapatkan bonus pendaftaran sebesar Rp1,500 sekarang juga!. http://po.st/rhMw7u

Rabu, 20 Mei 2015

CERITA SEX

GAIRAH IBU ANGKAT



Ketika Papie menikah lagi dengan gadis bernama Linda yang usianya masih sangat muda itu, Vinnie (adikku) dan Mbak Helen (kakakku) menuduh Papie tidak punya perasaan, menyakiti hati Mamie dan sebagainya. Kedua saudaraku memihak Mamie dan menganggap Papie sebagai ayah tercela. Tapi aku tak mau memihak siapa-siapa. karena Mamie ibuku, tapi Papie juga ayahku.
Aku berusaha tetap netral. Aku pernah dikasih tau oleh Papie, bahwa lelaki dikodratkan berperilaku poligami. Daripada Papie merusak anak orang atau dengan pelacur, mendingan papie menikah lagi. Rasanya sah-sah saja Papie menikah lagi. Kalo aku sudah tua kelak, mungkin saja aku juga melakukan hal yang sama seperti Papie.
Vinnie dan Mbak Helen tak pernah mau dipertemukan dengan istri muda Papie itu. Tapi aku santai saja, mengikuti kehendak Papie untuk dikenalkan kepada ibu tiriku itu. Di dalam hati, aku malah menganggap Papie hebat karena berhasil mempersunting gadis yang sebaya dengan Mbak Helen itu. Ya, kira-kira istri muda Papie itu usianya 24 tahun. Sedangkan Papie sudah hampir 50 tahun.
Sikap netralku membuat Papie senang. Waktu aku sedang berada di dalam mobil Papie, sepulangnya dari rumah istri mudanya, Papie memujiku. Mengatakan aku sudah berjiwa besar walaupun umurku masih muda sekali (18 tahun). Papie memintaku sering-sering mendatangi rumah istri mudanya, sebagai pertanda siapnya diriku menerima wanita muda itu sebagai ibuku yang kedua.
Mama (demikian aku memanggil istri muda Papie) sebenarnya sangat menyenangkan. Perilakunya senantiasa supel dan berusaha bersikap sebagai seorang ibu. Kalo aku mendatangi rumahnya, ia selalu menyuguhkan makanan yang enak-enak untukku. Setiap kali aku mau pulang, ia selalu membekaliku uang jajan yang cukup besar. Jauh lebih besar daripada uang jajan yang biasa kuterima dari Mamie. Mungkin uang pemberian Mama itu berasal dari Papie juga. Tapi kalo Mama Linda tidak baik hati, toh aku takkan dapat uang jajan darinya.
Papie pun jadi berubah. Setelah menyadari bahwa aku bisa berbaik-baik dengan istri mudanya, Papie jadi sering ngasih uang jajan di belakang Mamie dan saudara-saudaraku. Apakah aku termasuk orang yang mengail di air keruh atau mencari kesempatan dalam kesempitan? Tidak. Aku tak pernah minta duit kepada Papie dan istri mudanya. Semuanya kuperoleh tanpa kuminta. Dan semuanya itu tak pernah kulaporkan kepada Mamie dan saudara-saudaraku. Semuanya itu seolah jadi rahasiaku dengan Papie dan istri mudanya.
Dari hari ke hari hubunganku dengan Mama Linda semakin baik. Ia mulai sering memintaku mengantarnya belanja ke mall-mall dan bahkan ke rumah orang tuanya.
Pada mulanya semua itu kuanggap wajar-wajar saja. Tapi kenapa diam-diam di dalam jiwaku terjadi semacam evolusi yang makin lama makin dominan? Kenapa aku makin sering membayangkan yang aneh-aneh waktu sedang membonceng Mama Linda di motorku? Mungkin dia tidak merasakan sesuatu yang aneh, tiap kali kubonceng di motorku, santai saja “ngedeplok” di boncengan sambil memelukku dari belakang. Padahal perasaanku mulai tak menentu waktu kurasakan ada yang empuk-empuk mengganjal di punggungku. Wajarkah kalau aku lalu membayangkan sesuatu yang tak patut singgah dalam jiwaku?
Pada satu saat ia mengajakku makan di foodcourt sebuah mall. Selesai makan ia menyuruhku menunggu sebentar,
“Mau beli baju tidur dulu,” katanya. Aku mengangguk sambil meneguk orange juiceku yang belum habis. Setelah ia berlalu, aku dikejutkan oleh teguran dari belakangku, “Lu sudah punya cewek cantik rupanya ya?”
Aku menoleh. Ternyata Deky, teman kuliahku. “Cewek mana?” tanyaku.
“Yang tadi bareng duduk di sini, yang pake blouse putih celana jeans,” kata Deky.
“Gila, itu mama gua!” seruku sambil menonjok perut Deky perlahan.
“Ah, masa sih mama lu segitu mudanya?!”
“My Dad’s second wife, you know?”
“Oooo…begitu toh. Gawat dong. Lama-lama bisa kecantol sama lu. Cocoknya dia jadi cewek lu.”
“Sialan lu ah!” kutonjok lagi perut Deky.
“Hahahaaa…” tawa Deky tergerai, “Just a joke, Hen. Jangan ngambek ah.”
Aku cuma nyengir kuda. Tapi setelah Deky berlalu, aku tercenung sendiri. Kata-kata Deky tadi sugestif banget rasanya. Tak lama kemudian Mama muncul dengan kantong plastik dijinjing di tangan kanan kirinya.
“Yang ini buat kamu Hen,” kata Mama sambil memberikan salah satu kantong plastik itu.
“Apa ini Mam?” tanyaku sambil melihat isi kantong plastik itu. Ternyata sehelai jacket kulit! Pasti mahal harganya.
“Kamu kan pake motor tiap hari. Biar nggak masuk angin, pake jacket itu,” kata Mama dengan senyum lembut.
“Makasih Mam,” sambutku, “Mama baik sekali…”
Aku lalu teringat Mamie. Rasanya perhatian Mamie, ibu kandungku, tidak sebanyak ibu tiriku. Terasa banyak sekali pemberian Mama setelah aku sering bareng dengannya.
Namun hari demi hari yang kulewati terasa menayangkan khayalan-khayalan aneh terus. Apakah khayalan-khayalan yang merajalela di diriku ini muncul dari otak kotor, ataukah memang situasinya yang memaksaku untuk berkhayal seperti itu? Ya…aku jadi merasa senang jika berdekatan dengan ibu tiriku yang terlalu muda itu (hanya beda 6 tahun denganku). Sudut mataku mulai sering memperhatikan kecantikan wajah dan kebahenolan tubuhnya. Wajahnya mirip penyiar (tak usah kusebut namanya) yang kuanggap paling cantik di TVRI pusat. Kulitnya kuning cemerlang. Tubuhnya tinggi berisi. Pinggangnya kecil, tapi toket dan pinggulnya besar. Pokoknya dia typeku.
Tapi dia milik Papie! Papie yang sangat menyayangiku! Apakah aku tergolong anak durhaka kalau menyukai milik ayah tercintaku?
Dan pada suatu malam aku bermimpi memalukan. Mimpi bersetubuh dengan ibu tiriku. Rasanya nikmat sekali. Dan esok paginya terasa celanaku basah! Aku malu sendiri kalau ingat semuanya itu. Kejadian itu membuatku bertanya-tanya di dalam hati, apakah jiwaku sudah demikian parahnya sehingga aku sampai bermimpikan yang seperti itu? Kalau Mama tau aku sudah bermimpi seperti itu, apakah dia akan marah dan merasa jijik berdekatan denganku?
Entahlah. Yang jelas sikapku tetap sopan kepada ibu tiriku. Bahkan lebih sopan daripada sikapku kepada Mamie. Namun…andai Mama tahu pikiran di balik sikap sopanku ini…ah, entah apa jadinya.
Hari demi hari kujalani terus tanpa kejadian yang berarti, kecuali khayalanku ini tetap saja tak mau ditindas. Tetap saja bergeliang geliut di dalam batinku. Sampai pada suatu hari, Mama menelepon ke hpku. Biasa, minta diantar belanja ke mall. Aku langsung mengiyakan, karena aku pas mau pulang dari kampus. Tapi aku pulang ke rumah dulu. Mandi sebersih mungkin. Lalu bilang ke Mamie “Mau ke rumah teman.” Yang dijawab dengan anggukan Mamie.
Tiba di rumah istri muda Papie, kudapati pintu depan tidak dikunci. Seperti biasa, aku masuk saja ke dalam.
Terdengar suara orang mandi. Terdengar juga suara Mama berseru dari dalam kamar mandi, “Siapa itu? Hendri?!”
“Iya Mam,” sahutku keras juga supaya terdengar ke dalam kamar mandi.
“Tunggu sebentar ya. Mama mandi dulu!”
“Iya Mam!” seruku sambil duduk di sofa ruang keluarga.
Tak lama kemudian kulihat dia keluar dari kamar mandi. Sehelai kimono sutra putih bercorak kembang merah muda membungkus tubuh mulusnya. Kepalanya dibalut dengan handuk, mungkin karena habis keramas.
“Sangkain nggak secepat ini kamu datang Hen,” katanya sambil melangkah menuju pintu kamarnya.
Seperti dihipnotis, aku bangkit. Memperhatikan cantiknya ibu tiriku meski cuma mengenakan kimono. Tak sadar aku memandangnya terlalu lama dan seperti tak berkedip.
“Kenapa Hen?” ia tertegun menatapku.
“Ng…nggak…cuman mau bilang….Mama cantik sekali pake kimono itu…” sahutku terlontar begitu saja. Rasanya
baru sekali itu aku terang-terangan memuji kecantikannya.
“Masa sih?!” dia malah menghampiriku, “cantik mana sama pacar kamu?”
“Saya belum punya pacar, Mam,” sahutku grogi karena ia memegang pergelangan tangan kiriku.
“Masa sih cowok setampan kamu belum punya pacar?!” Mama mencubit pipiku, lalu melangkah ke arah kamarnya.
Meninggalkan diriku dalam sejuta kembang harapan. Benarkah aku tampan di matanya? Ataukah ia cuma ingin menyenangkan hatiku saja?
Aku terduduk di sofa. Lagi-lagi benakku digeluti pikiran tak menentu. Dan tiba-tiba kudengar suara Mama memanggilku dari dalam kamarnya.
“Ya Mam…” aku menghampiri pintu kamar Mama yang tidak tertutup rapat, lalu kuberanikan diri membukanya dan berdiri di ambang pintu itu. Kulihat ia duduk di kursi depan meja rias, tangan kirinya memegang gaun terusan, tangan kanannya memegang celana jeans dan t-shirt biru muda.
“Masuk aja Hen,” katanya datar seperti tiada sesuatu yang tak wajar (seperti seorang ibu menyuruh anaknya masuk ke kamarnya), padahal aku mulai tergiur melihat pahanya yang begitu mulus tersembul dari belahan kimononya,
“Mending pake celana jeans ini apa mending pake gaun ini Hen?”
Mendengar undangannya, aku masuk ke dalam. “Dua-duanya bagus. Tapi Mama kan mau dibonceng di motor saya. Mungkin kalau pake gaun malah ribet. Duduknya harus miring,” kataku sambil duduk di pinggiran tempat tidurnya.
“Iya ya,” ia mengangguk-angguk sambil tersenyum manis, “minta mobil dong sama Papie, biar kalau ikut kamu bisa pake gaun.”
“Mama aja yang minta, biar saya yang nyetir nanti. Kalau saya dikasih mobil, huuhh…Mbak Helen sama Vinnie pasti ngiri.”
“Nggak enak Hen. Nanti disangkanya mama cewek matre. Mmm…kamu nggak ada acara apa-apa sore ini?”
“Nggak ada. Pulang malem juga nggak apa-apa. Mau ngajak nonton bioskop Mam?”
“Nggak ah. Mau nonton sih puter DVD aja di sini, ngapain jauh-jauh ke bioskop? Eh…Papie mau seminggu di luar kotanya ya?”
“Katanya sih begitu,” kataku yang lalu teringat bahwa Papie baru berangkat tadi pagi, mau ngurus bisnisnya di Jateng.
“Mmm…mama pake ini aja Hen?” tanyanya sambil mengangkat celana jeans dan t-shirt biru mudanya.
“Iya Mam. Kalau nggak takut diketawain sih mending pake kimono itu aja. Dengan kimono itu Mama kelihatan seksi banget. Eh…maaf Mam…”
Aku merasa kelepasan bicara, mengucapkan kata “seksi” segala. Tapi dia tidak marah. Dia malah meletakkan gaun dan celana jeans dan t-shirt biru mudanya di meja rias. Lalu menghampiriku sambil merentangkan kedua lengannya….dengan senyum mengundang di bibirnya. Aku jadi bingung, mau apa dia dengan sikap seperti itu?
“Bener mama ini cantik Hen?” tanyanya dengan suara hampir tak terdengar.
“Sumpah!” aku mengangkat dua jari kananku, “Mama bener-bener cantik. Papie hebat bisa dapetin Mama.”
“Kamu bisa aja muji-muji. Coba cium Mama, mau nggak?”
Aku tidak tahu apa sebenarnya tujuan ibu tiriku ini. Namun jelas, bibir tipis mungil itu sedang menghampiri bibirku. Lalu entah bagaimana mulainya, tahu-tahu aku sudah terlentang dihimpit Mama yang telungkup di atas tubuhku. Aku juga tidak tahu bagaimana mulainya, tahu-tahu bibirku sudah saling lumat dengan bibir ibu tiriku yang cantik dan bahenol itu.
Apakah dia juga membutuhkanku seperti aku yang terus-terusan melamunkannya? Entahlah. Yang jelas Mama ciuman dan lumatan Mama terasa begini hangatnya, membuatku jadi tak mau cepat-cepat melepaskan pertemuan lidah dan dua pasang bibir . Bahkan kemudian kutemukan kenyataan baru. Bahwa dekapanku di pinggang Mama membuat kimono itu tertarik sedikit demi sedikit. Dan waktu tanganku turun, kusentuh buah pinggul yang besar dan kencang.
Telapak tanganku bersentuhan langsung dengan kulit buah pinggul Mama. Masih waktu saling lumat, tanganku diam-diam menjelajah. Lalu kutemukan suatu kenyataan edan, yang membuat jantung berdegup kencang, yang membuat darahku berdesir-desir….ooh….istri muda Papie ini tidak mengenakan celana dalam! Ya, tanganku tidak menemukan celana dalam. Apakah ini suatu kebetulan, ataukah memang sudah dipersiapkan?
Jangan berpikir terlalu jauh dulu. Bukankah Mama baru habis mandi? Wajar saja kalau ia belum mengenakan celana dalam di balik kimononya. Tapi…mengelus dan meremas buah pinggul Mama tanpa batasan sehelai benang pun ini, membuat jantungku berdegup kencang. Nafasku pun jadi tak beraturan lagi. Terlebih ketika Mama berguling sambil mendekapku, sehingga tubuhku jadi di atas tubuhnya. Dan…belahan kimono di bagian dadanya terbuka, sehingga toket montoknya terbuka. Ternyata payudara montok dengan puting kemerahan menantang itu tidak mengenakan beha! Tidak ada apa-apa lagi di balik kimono itu selain tubuh Mama yang harum dan padat dan hangat itu!
Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Lumatanku pindah, dari bibir Mama ke lehernya. Kujilati lehernya dengan penuh nafsu, sehingga ia menggeliat-geliat. Lalu mulutku turun ke bagian dada yang terbuka itu. Kukecup puting buah dada yang menantang itu, selanjutnya bukan cuma kukecup melainkan juga kukulum dan kusedot-sedot, sementara ujung lidahku bergerak-gerak menjilati pentil tetek yang ranum itu.
Lalu terdengar suara Mama di antara deru nafasnya yang memburu, “Hen…mama jadi pengen…”
“Saya juga pengen,” sahutku yang tengah asyik menjilati puting payudara Mama, “boleh Mam?”
Lalu kudengar suara Mama di puncak kepasrahannya, “Iya Hen…lakukanlah…malam ini sekujur tubuh mama jadi milikmu, Hen…” Mama mengakhiri ucapannya dengan pelepasan ikatan tali kimononya. Maka tampaklah sebentuk tubuh yang mulus dan sempurna di mataku. Meski kimononya belum dilepas total, bagian depan tubuh Mama sudah sepenuhnya terbuka.
“Tubuh Mama mulus sekali,” gumamku sambil mengelus perut Mama.
Mama cuma tersenyum manis.
Aku tak mau berbasa-basi dan buang-buang waktu lagi. Kuciumi leher Mama yang hangat…ciumanku lalu menjadi jilatan penuh gairah…jilatan pun tak diam di leher Mama. Jilatanku mulai membasahi buah dada Mama….pusar perutnya juga…lalu menurun lagi ke arah selangkangannya…wow, bulu kemaluan Mama lebat sekali! Aku suka! Dan lidahku mulai menyibakkan jembut Mama, sehingga kemaluannya mulai tampak jelas…jelas sekali. Lalu dengan ganas kuciumi kemaluan Mama dengan penuh nafsu. Tiada bau sedikit pun. Mungkin Mama selalu menjaga vaginanya agar tetap hygienis. Apalagi tadi dia kan baru mandi.
Mama merentangkan kedua pahanya, sehingga aku makin rakus menjilati vaginanya.
Mama menggeliat-geliat sambil mengelus rambutku diiringi elahan nafasnya yang memburu dan rintihan-rintihan histerisnya yang semakin merangsang nafsu birahiku.
“Mulai aja Hen…mama udah gak tahan nih…” pinta Mama pada satu saat.
“Iya Mam,” kataku bernada anak yang patuh. Sambil bertekuk lutut di antara kedua kaki Mama, kulepaskan kaus dan celana jeansku. Mama memperhatikanku dengan senyum yang…ah…manis sekali senyum itu. Lalu kulepaskan CDku. Mama melotot, seperti tak mau berkedip waktu pandangannya terarah ke batang kemaluanku yang sudah sangat ngaceng ini.
“Hen…pe…penismu kok besar sekali? Jauh lebih besar daripada punya Papie….!” Mama bangkit dan memegang batang kemaluanku, terasa gemetaran tangan Mama saat itu.
Aku cuma menanggapinya dengan senyum, sambil menanggalkan kimononya yang sudah hampir terlepas dari tubuh sempulur itu.
“Gak salah ni Hen?” Mama mengelus-eluskan penisku ke pipinya, “Punya anaknya malah jauh lebih gede dan panjang daripada punya ayahnya?!”
“Kenapa Mam? Takut?” bisikku sambil mendorong dadanya dengan lembut, lalu menghimpitnya setelah ia terlentang merangsang.
Mama memelukku dengan sikap gemas, “Iya takut. Takut ketagihan, sayang,” bisiknya sambil mencubit hidungku.
“Mama tau gak? Beberapa hari yang lalu saya sampai mimpi beginian sama Mama…sampai basah Mam…” kataku sambil mengelus buah dada Mama yang benar-benar terawat, benar-benar masih kencang.
“Masa?!” Mama menatapku dengan mata bergoyang indah, “Tapi mama emang sudah nyangka, kamu punya perhatian khusus sama mama. Dan mama juga sebenarnya…yah… terus terang saja mama juga sering melamunkan kesempatan seperti ini.” Mama memegang leher penisku, mengatur posisinya sedemikian rupa sehingga terasa puncak penisku sudah bertempelan dengan mulut vagina Mama yang sudah kubikin basah tadi.
Tanpa menunggu komando lagi kudorong penisku kuat-kuat, sehingga Mama menyeringai dan merintih, “Sedikit-sedikit dulu sayang….jangan disekaliguskan….”
Aku mengerti apa yang Mama maksudkan, karena di kampus aku sering bertukar pikiran dengan teman-teman yang sudah berpengalaman dalam soal sex. Maka sambil menekan penisku, aku pun berusaha memompakannya sedikit demi sedikit. Gerakan yang tidak terlalu dipaksakan ini penting, kata temanku, supaya perempuannya tidak kesakitan.
Dan…makin lama penisku makin jauh bergerak-gerak di dalam vagina ibu tiriku.
“Duuuh….sudah masuk semua sayang….duuuh…punyamu kok panjang gede gini…ooooh…..enak sekali,
Hen….hsssshhhhh…..ooooh……iya Hen….terus Hen….terus sayang….adududuuuuhhhhhh…..punya kamu kok enak sekali sayang….” Mama tak henti-hentinya menyeracau ketika aku mulai gencar mengenjot liang memeknya yang…ah… enaknya sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Aku pernah bersenggama dengan Mbak Suzan yang dahulu kost di rumahku. Tapi rasanya tidak senikmat dengan Mama ini. Mungkin karena jepitan liang vagina Mama terasa sekali waktu bergesekan dengan penisku. Bahkan nikmatnya semakin menggila ketika pantat Mama mulai bergoyang-goyang erotis…benar-benar membuatku edan eling dalam dekapan hangatnya.
Tapi berbeda dengan Mama yang erangan histerisnya tiada henti-henti, aku cuma berdengus-dengus seperti kerbau sedang disembelih. Terkadang suara kami hilang, karena kami sedang berciuman, tepatnya sedang saling lumat. Ludah kami sudah bertukar-tukar, tanpa merasa jijik sedikit pun. Sementara tanganku asyik meremas sepasang payudara Mama, terkadang kuselomoti, kujilati dan kuhisap-hisap juga.
Dalam keadan senikmat ini aku benar-benar lupa daratan. Tak peduli lagi bertukar air ludah dengan Mama, bahkan terkadang lidahku menjilati leher Mama yang mulai keringatan dan menjilati ketiak Mama tanpa merasa ragu sedikit pun. Semua itu justru membuat Mama makin merem-melek, rintihan histerisnya pun makin menjadi-jadi.
Bahkan suatu saat kudengar suara Mama terengah-engah, “Heeen….oooo…oooh…mama sudah mau keluar, sayang……cepatkan enjotannya….oooh….penismu luar biasa enaknya sayang…..aaaah….mama pasti ketagihan nanti…….ooooh….mama keluar Heeeeeennnnn…hssssshhhhhhhhhhhhhh……..”
Mama berkelojotan dalam himpitanku, lalu terasa liang vaginanya mengejut-ngejut, nikmat sekali merasakan Mama sedang orgasme. Liang vaginanya terasa jadi becek. Tapi beceknya ini justru yang kurasakan nikmat sekali. Karena itu berarti bahwa Mama sudah mencapai kepuasan pertama akibat enjotan kontolku. Maka kucium lagi bibirnya dengan mesra sambil membiarkan batang kemaluanku terdiam di dalam liang surgawi Mama.
Apakah karena persetubuhanku dengan Mama terjadi di usia yang sudah tergolong baligh, atau karena Mama lebih cantik daripada Mbak Suzan, entahlah. Yang jelas, ketika Mama sedang mencapai orgasme, ciuman kami terasa mesra sekali. Seperti sepasang manusia yang saling mencintai.
Setelah terasa Mama sudah selesai orgasmenya, aku mulai lagi mengayun batang kemaluanku sambil berbisik,
“Mama…duh…memek Mama kok enak sekali sih?”
“Kamu juga Hen…mama nggak nyangka bisa mendapatkan kepuasan yang luar biasa begini. Kalau besok-besok mama ketagihan gimana ayo?” Mama membuka matanya dan tersenyum manis…senyum seorang wanita yang telah dipuasi hasrat seksualnya.
”Gampang Mam. Tinggal SMS aja, saya pasti datang.”
“Bener nih? Janji ya!”
“Janji Mam. Malah mungkin tanpa dipanggil pun saya akan datang kalau lagi kepengen.”
Lalu ia terdiam. Mungkin karena sedang merasakan nikmatnya enjotan penisku yang belum ejakulasi ini.
“Gantian yuk, sekarang kamu di bawah, tapi ****** kamu jangan sampai lepas dari memek mama,” kata Mama sambil mengajak berguling ke kiri, sampai posisiku jadi di bawah sementara Mama jadi di atas. Kontolku memang diupayakan jangan sampai tercabut dari dalam memek Mama.
Selanjutnya Mama yang bergerak aktif, menaikturunkan pantatnya, sehingga jepitan liang memeknya terasa membesot-besot batang kemaluanku. Dalam posisi seperti ini tanganku jadi bebas meremas-remas buah pinggul Mama.
Terdengar lagi Mama merengek-rengek histeris dan erotis. Dan ayunan pantatnya semakin gencar, sehingga pergesekan liang memeknya dengan kontolku menimbulkan bunyi khas, kcprak…kcprrek…kcprruk…kcprakkk….wow, nikmatnya!
Cukup lama kami melakukan semuanya ini, sampai keringatku membanjiri tubuhku dan tubuh Mama…dan akhirnya kudengar Mama berdesah, “Hssssh….aaaah….mama mau keluar lagi Hen…”
“Sa…saya juga mau keluar,” sahutku yang memang tak kuat lagi mempertahankan kenikmatan ini.
“Ayo kita barengin keluarnya, biar nikmat…” ajak Mama sambil mempergila ayunan pantatnya, sehingga kontolku terasa dipilin-pilin oleh liang memek Mama.
“Dududuhh…Mama….ini enak sekali Mam….duduuuuhhh….aaaaah…..” cetusku terlontar begitu saja ketika hampir tiba di puncak kenikmatanku.
“He…eh…Hen…mama juga belum pernah ngerasa seenak ini….ooooh…Heeen….mama udah sampai….” Mama berkelojotan di atas tubuhku sambil meremas-remas rambutku. Pada saat yang sama aku pun berdengus sambil mencengkram punggung Mama kuat-kuat. Lalu kurasakan penisku memancarkan air mani berkali-kali …creeet….croooot…. creeet…. creeet….entah berapa kali penisku mengejut-ngejut di dalam liang memek Mama.
Mama mencium bibirku, lalu berbisik, “Terima kasih sayang…enak sekali.”
“Saya yang harus bilang terima kasih. Barusan fantastis sekali…” kataku sambil membiarkan Mama tetap berada di atas tubuhku, membiarkan liang memeknya tetap “mengepal” batang kemaluanku.
“Kamu pernah beginian sama cewek lain?” tanya Mama tiba-tiba.
“Belum pernah,” sahutku berdusta. Padahal aku sudah sering melakukannya dengan Mbak Suzan dahulu.
“Tapi kamu kuat bertahan,” kata Mama dengan tatapan penuh selidik, “biasanya kalau pertama kalinya sebentar juga udah meletus.”
Aku bingung menjawabnya. Tapi tiba-tiba saja aku mendapat akal. Lalu kataku, “Kalau onani saya sering melakukannya, Mam. Sejak masih di SMA saya suka onani, kan nggak apa-apa?!”
“O pantesan…yayaya…daripada main sama pelacur, mendingan juga dikocok sendiri, biar jangan ketularan penyakit kotor. Apalagi zaman sekarang ada ***-AIDS…gak ada obatnya…kalau sudah ketularan, tinggal nunggu kematian aja.” Mama bergerak menarik liang memeknya sampai kontolku terlepas dari cengkeraman liang surgawi itu.
“Belanjanya jadi Mam?” tanyaku sambil memperhatikan memek Mama yang baru saja membuatku nikmat setengah mati. Tampak air maniku meleleh ke arah anusnya.
“Nggak ah. Lemes…gila…memek mama seperti jebol saking gede dan panjangnya punya kamu Hen…” kata Mama sambil mengambil handuk kecil dari lemarinya, lalu mengelap memeknya. Setelah itu Mama menghampiriku.
Dengan senyum manis Mama mengelap batang kemaluanku yang berlepotan air maniku bercampur lendir memek Mama.
Tapi perlakuan Mama yang dengan telaten mengelap batang kemaluanku, justru membangkitkan lagi nafsu birahiku. Ketika Mama merebahkan diri di sisiku, dalam keadaan masih telanjang, aku bangkit, duduk bersila sambil mengelus perut dan buah dada Mama yang montok merangsang itu. Dan ketika kuelus memeknya yang berbulu lebat itu, Mama diam saja. Mama tidak tahu bahwa penisku sudah ereksi lagi.
Lalu dengan hati-hati aku merangkak ke atas tubuh Mama, sambil memegang kontolku yang sudah ngaceng lagi dan kuarahkan ke memek Mama.
Mama tercengang setelah menyadari hal ini, “Kamu sudah mau lagi?”
“Iya Mam…kesempatan yang langka ini tidak akan saya sia-siakan,” sahutku sambil menempelkan puncak kontolku pada arah yang tepat, “Nggak apa-apa kan Mam?”
“Lakukan apa pun yang bisa bikin kamu puas. Kan mama sayang kamu,” kata Mama sambil memegang leher penisku dan membantu mengarahkannya pada sasaran yang tepat.
Aku bermaksud mendesakkan penisku yang terasa sudah tepat letaknya. Tapi tiba-tiba Mama bertanya, “Mau coba posisi doggy?”
“Boleh,” sahutku patuh.
Kemudian Mama merangkak, lututnya menahan tubuhnya, sepasang siku tangannya juga menekan kasur, sementara pantatnya ditunggingkan ke atas, sehingga liang anusnya tampak lebih jelas di mataku. Tapi sasaranku adalah lubang di bawah anus itu. Lubang yang dirimbuni rambut lebat dan keriting itu.
Sambil berlutut di kasur, tepat di belakang pantat Mama, aku mencolek-colek sebentar, mencari lubang surgawi yang akan kucoblos itu. Ketemu dengan mudah. Lalu puncak zakarku kuletakkan di mulut memek Mama. Dengan tangan kirinya Mama membantu memegang penisku, sehingga aku tinggal mendorong saja sambil berpegangan ke pinggang Mama.
Blesss…. batang penisku mulai membenam…kutarik dulu sedikit, lalu kubenamkan lagi. Ya, aku mulai lagi mengentot Mama sambil berlutut di belakang pantatnya. Tanganku berpegangan ke pinggang Mama. Tapi tangan kiriku ditarik oleh tangan kiri Mama, lalu jari tengahku dipegang oleh Mama dan dieluskan ke kelentitnya. Aku mengerti maksud Mama. Bahwa sambil memompakan penisku, jari tangan kiriku harus mengelus-elus clitoris Mama. Dengan suka hati kulakukan keinginan ibu tiriku yang jelita itu.
“E…enak Hen?” tanya Mama dengan suara tersendat.
“Enak Mam. Fantastis…hhhh….” sahutku terengah juga karena sedang berlutut sambil mengentot Mama dan mengelus-elus kelentitnya.
Terkadang tanganku menjelajah, berusaha menjamah sejauh mungkin. Sambil membungkuk aku berhasil menjangkau payudara Mama, lalu meremas-remasnya dengan gerakan penis makin gencar….maju mundur…maju mundur….sehingga terdengar lagi bunyi kecipak-kecipak yang lucu itu….crrreeeekkkk….crroookkkk….creeekhhh… crokkkk…diiringi erangan-erangan histeris ibu tiriku….Heeen….oooh…Heeenn….iya Heen…ini enak sekali sayang….oooohhh…ooohhh….Heeennnnn….oooohhh ….Heeen…
Aku pun mulai berdengus-dengus. Terkadang lututku gemetaran karena sulit menahan nikmatnya ngentot istri muda ayahku ini.
Tapi hanya belasan menit Mama bisa bertahan dalam posisi seperti ini. Lalu ia mengejang lagi di puncak orgasmenya. Ia ambruk telungkup, sehingga penisku terlepas dari genggaman liang surgawinya. Lalu ia telentang sambil merentangkan kedua kakinya. Aku mengerti bahwa ia mempersilakanku melanjutkan dengan posisi biasa. Maka sambil merangkak ke atas tubuhnya, kupegang penisku dan kutempelkan lagi ke mulut vaginanya.
Kemudian kudesakkan lagi penisku….blessss….agak mudah penisku membenam ke dalam liang memek Mama, karena masih basah dengan lendirnya sendiri. Aku mulai lagi mengayun batang kemaluanku, dorong tarik, dorong tarik….
Mama mendekapku lagi dengan hangat. Bahkan sempat berbisik, “Ukuran punyamu terlalu besar, sayang. Mama nggak tahan lama-lama….”
“Jangan terlalu dipaksakan,” sahutku, “kalau Mama pengen istirahat dulu, istirahat aja.”
“Hush…bukan pengen istirahat, sayang. Maksud mama, nggak kuat lama-lama nahan orgasme. Nih…sebentar juga pasti orga lagi….aaaah…..gak nyangka punyamu malah lebih jangkung gede daripada punya ayahmu….”
“Saya juga nggak nyangka kalau mimpi itu akan menjadi kenyataan….aaaah….”
“Mimpinya gimana Hen?” tanya Mama sambil mengelus-elus rambutku.
“Dalam mimpi itu, Mama lagi mandi, saya masuk ke kamar mandi yang tidak terkunci…”
“Terus?”
“Saya….saya perkosa Mama….Mama jerit-jerit, tapi saya nggak peduli…tahu-tahu celana saya basah…”
“Ternyata mama nggak perlu diperkosa kan?” bisik Mama sambil menggelitik pinggangku, “kalau kamu lagi kepengen, minta aja terang-terangan…asal jangan ketahuan Papie aja…”
Mendengar kata “Papie”, batinku serasa terhempas. Oh, Papie…maafkan anakmu ini…ampuni aku Papie….aku sedang mencuri milik Papie yang sangat berharga ini….!
Ada rasa bersalah di hatiku. Tapi aku tak menghentikan enjotanku. Malah makin gencar kugeser-geserkan batang kemaluanku yang sedang dicengkram oleh liang surgawi ibu tiriku.
Mama pun merintih-rintih histeris lagi. Bahkan terdengar suaranya setengah meraung. Sehingga terpaksa kusumpal mulutnya dengan ciuman dan lumatan, supaya suaranya tidak terdengar ke luar.
Kedua tanganku juga tak mau diam. Di tengah persetubuhan yang sangat bergairah itu aku masih sempat menjelajahkan tanganku untuk meremas-remas paha Mama yang sering terangkat ke atas. Sampai akhirnya kurasakan goyangan pantat Mama mulai menggila, meliuk-liuk edan….lebih erotis daripada penari perut dari Timur Tengah. Ini membuatku seperti ditarik ke puncak kenikmatan yang luar biasa. Ya, sudah ada tanda-tanda bahwa aku akan mencapai titik ejakulasi.
“Saya mau keluar Mam….” bisikku terengah.
“Mama juga mau orga, sayang….oooh….kita barengin lagi keluarnya yuk…..”
“I…iya Mam…..”
Lalu terjadi lagi pencapaian puncak kenikmatan kami secara bersamaan. Terasa lagi Mama mencengkram bahuku, malah terasa mencakar-cakar, justru pada saat aku sedang mendesakkan batang kemaluanku sekuat-kuatnya.
Bhlaaaaaarrrrrrr……!
Meletuslah lahar kenikmatanku, menyembur-nyembur di dalam liang memek Mama yang terasa menyambut dengan kedutan-kedutan misterius.
O, nikmatnya persetubuhan ini….sulit kulukiskan dengan kata-kata.
“Kayaknya saya akan ketagihan nih,” kataku setelah rebah di sisi Mama dalam keadaan sama-sama telanjang bulat.
“Gampang, kan tadi udah dibilang, tinggal kirim SMS aja. Tapi harus pake kode-kode yang cuma dimengerti oleh kita berdua. Jangan terang-terangan. Takut ketahuan Papie kan bahaya,” kata Mama sambil bangkit dari tempat tidur lalu melangkah ke kamar mandi.
Terdengar bunyi air berkecipak-kecipak seperti orang sedang cebok. Mungkin Mama sedang membersihkan memeknya yang berlepotan air maniku.
Setelah Mama keluar, giliran aku yang masuk ke kamar mandi, karena kepengen pipis sekalian mau mencuci penisku. Kata teman yang di fakultas kedokteran, sebaiknya cowok kencing setelah bersenggama, lalu penisnya dicuci sampai bersih.
Waktu kembali ke kamar Mama, kulihat Mama sedang mengganti kain seprai, karena yang tadi kusut sekali. Sarung-sarung bantal pun diganti dengan yang baru. Kemudian Mama menyemprotkan parfum di sana-sini, sehingga kamar ini jadi harum.
Tampaknya Mama sangat menjaga kebersihan dan kerapian. Tiap sudut rumahnya ditata dengan rapi dan bersih.
Takut mengganggu Mama yang sedang merapikan kamar, aku pergi ke ruang keluarga. Lalu kuhidupkan TV. Tidak ada acara yang menarik. Tapi kutonton juga acara komedi dari salah satu pemancar TV favoritku, sambil duduk melepaskan lelah di sofa panjang. Tak lama kemudian Mama muncul, dalam gaun tidur putih dan tipis transparant. Tubuh seksinya tampak membayang di balik gaun tidur itu.
“Malam ini tidur di sini aja ya,” kata Mama sambil duduk merapat di sisi kananku.
“Iya,” aku mengangguk, “saya pun berat ninggalin Mama…entah kenapa…saya jadi merasa…merasa tak mau berjauhan lagi sama Mama.”
“Mama juga sama, sayang,” Mama mengecup pipiku, lalu memeluk pinggangku sambil menempelkan pipinya ke pipiku.
“Kalau saya jatuh cinta sama Mama gimana?” tanyaku sambil membiarkan Mama merebahkan kepalanya di pangkuanku.
“Kamu sangka mama nggak cinta sama kamu? Bukan kalau-kalau lagi Hen. Mama cinta kamu, mangkanya mama kasih semuanya. Mama bukan pelacur yang serampangan ngasih tubuhnya kepada siapa saja. Mama hanya akan memberikan tubuh mama kepada laki-laki yang mama cintai.”
“Tapi Papie….”
“…Sudahlah jangan bahas masalah Papie. Yang penting kita harus pandai-pandai menyembunyikan hubungan kita.”
“Mama cinta Papie juga kan?”
“Mama sayang sama Papie. Dia sudah banyak sekali menolong mama dari kesulitan-kesulitan. Nanti baca deh buku harian Mama….”
Mama terdiam sesaat. Lalu berkata lirih, “Kalau kamu cinta mama, oh…mama bersukur sekali. Berarti kebutuhan Mama sudah lengkap, untuk mendapatkan kasih sayang mama dapatkan dari Papie, untuk mendapatkan cinta…bisa mama dapatkan darimu kan sayang?”
“Iya Mama,” aku mengangguk pasti, “walaupun saya sudah kawin kelak, saya tidak akan meninggalkan Mama. Tapi itu kan masih jauh…sekarang kan kuliah juga masih di dasarnya.”
Mama yang kepalanya masih rebah di atas pangkuanku, tiba-tiba menggerakkan tangannya, menarik ritsliting celana jeansku. Lalu tangan satunya lagi menyelinap ke balik celana dalamku. Menggenggam penisku yang masih lemas. Aku pun tak mau kalah. Tanganku menyelinap ke balik gaun tidurnya, merayap dan meremas pahanya yang licin dan hangat. Merayap-rayap makin ke atas sampai akhirnya menyentuh kemaluannya yang berbulu sangat lebat itu.
Aku mulai asyik membelai jembut Mama, lalu jemariku mulai mengelus celah vaginanya yang sudah agak basah dan hangat. Sementara Mama mulai meremas penisku dengan remasan lembut yang membuatku jadi bergairah lagi. Penisku mulai mengeras di dalam remasan Mama.
“Malam ini kuat berapa kali main sama mama?” tanya Mama sambil melayangkan senyum dan pandangan menggoda.
“Nggak tau Mam, saya kan belum pengalaman,” sahutku berbohong. Padahal aku tahu pasti, bahwa aku pernah bersetubuh sampai 5 kali dalam semalam.
“Hmm…sudah keras lagi,” kata Mama sambil bangkit. Penisku disembulkan dari celanaku. Ia pun menyingkapkan gaun tidurnya. Lalu ia menduduki pahaku dengan posisi membelakangiku, sambil berusaha memasukkan kontolku ke dalam liang memeknya.
Pantat Mama menurun, liang vaginanya terasa mendesak puncak penisku. Blessss….penisku masuk lagi ke liang vagina ibu tiriku yang cantik itu. Aku pun memeluk pinggangnya waktu ia mulai menggerak-gerakkan pantatnya naik turun, sehingga penisku mulai dibesot-besot lagi oleh cengkeraman liang surgawinya yang licin dan hangat.
“Buka aja gaunnya biar leluasa ya,” bisikku.
Mama mengangguk. Lalu kutarik gaun tidurnya ke atas. Sepasang tangan Mama teracung ke atas untuk memudahkanku melepaskan gaun tidurnya. Terlepas sudah gaun tidur itu. Sehingga bagian belakang tubuh Mama tak tertutup apa-apa lagi. Aku bersandar di sofa yang sedang kududuki, sementara Mama tetap duduk di pangkuanku dalam posisi membelakangiku. Kami sama-sama menghadap ke layar TV. Tapi kami bukan tengah menonton TV.
Mama mulai aktif lagi menggerak-gerakkan pantatnya, sambil duduk dalam dekapanku. Aku pun mulai leluasa untuk meremas-remas buah dadanya dari belakang, sambil menciumi kuduknya.
Mama mendesah-desah lagi, pasti karena sedang mengalami nikmatnya gesekan liang memeknya dengan penisku.
“Aduuhhuhuhhhhh…punyamu terlalu besar, sayang. Bikin mama cepet nyampe….hssssh….hsssshhhhhhhh…..aaaaahhhhh…..sssss sshhhhhhh…” Mama menaikturunkan pinggulnya sambil meliuk-liuk, mungkin supaya clitorisnya lebih kuat bergesekan dengan penisku.
Dan akhirnya Mama orgasme lagi. –